Thursday, November 6, 2008

Sabar, Sabar, dan Sabar

By Republika Contributor
Minggu, 02 November 2008 pukul 13:42:00


Sabar, sabar, dan sabar. Itu tiga nasihat yang sering diberikan pembimbing kepada calon jamaah haji sebelum berangkat Tanah Suci.Pada kenyataannya memang calon jamaah haji harus punya persediaan segunung kesabaran untuk menghadapi keadaan yang sering di luar perkiraan semula.

Kesabaran calon jamaah sudah diuji saat berada di asrama haji atau bahkan saat keberangkatan. Kemacetan menuju asrama, pemeriksaan yang bertele-tele, sulitnya bertemu dengan keluarga sangat mungkin terjadi. Pemeriksaan dokumen kadang memerlukan waktu berjam-jam. Makanan di asrama belum tentu sesuai selera. Belum lagi kadang barang-barng yang masih diperlukan di asrama sudah telanjur masuk dalam koper besar.

Di bandara, sering pula rencana perjalanan tak sesuai yang diharapkan. Bis kadang datang terlambat, macet di jalan, atau bahkan tak dapat tempat duduk. Masih untung kalau pesawat tak terlambat. Yang terjadi sering jamaah harus menunggu pesawat berjam-jam. Setelah pesawat mengudara, tak berarti kemungkinan kondisi di luar dugaan tak terjadi. Tahun lalu, beberapa pesawat kembali ke landasan setelah mengudara karena ada kesulitan teknis. Ada pula kejadian, seluruh jamaah yang sudah menunggu di dalam pesawat kembali turun karena pesawat mengalami kerusakan. Kemungkinan lain, pesawat sudah mengudara beberapa lama, namun harus mendarat sementara di suatu bandara karena ada kesulitan teknis.

Saat mendarat di Jeddah atau Madinah, kesabaran jamaah kembali diuji. Pemeriksaan di imigrasi bisa cepat tapi juga bisa berjam-jam. Jamaah harus berdiri sambil menenteng tas memasuki pos demi pos. Belum lagi menghadapi para petugas yang sepertinya tak menghargai tamu-tamu Allah. Mencari koper juga memerlukan perjuangan yang tak kalah beratnya. Para jamaah harus mencari sendiri kopernya di tengah ratusan koper jamaah lainnya yang sama bentuk, ukuran, dan warnanya. Kadang koper dipaksa oleh petugas untuk dibuka dan disuruh mengelurkan isinya.

Lepas dari keruwetan di Jeddah, hal tak terduga lain siap menunggu. Perjalanan Jeddah-Madinah yang sekitar 4.500 Km biasanya ditempuh dalam waktu sekitar lima jam. Untuk haji biasa, jamaah akan berhenti di Wadi Qudaid untuk makan. Yang terjadi sering si sopir tak berhenti di lokasi itu. Berhentinya di lokasi lain sehingga jamaah harus bayar ketika makan. Atau yang tak makan terpaksa menahan lapar di dalam bis dalam cuaca yang dingin.

Tak jarang pula sopir-sopir yang membawa jamaah haji mogok, tak mau berangkat sebelum jamaah memberi tips. Masih untung kalau tibanya tepat waktu, tak jarang sopir berputar-putar karena tak tahu jalan. Sedangkan komunikasi dengan sopir tak bisa berjalan karena mereka tak bisa bahasa Inggris.

Di Madinah, jamaah sering shock dengan makanan yang disediakan. Sejak tahun lalu, selama di Madinah jamaah disediakan makan. Tapi bersiaplah menghadapi kemungkinan makan datang terlambat, sudah basi, atau tak sesuai dengan selera. Kondisi penginapan juga bisa membuat jamaah geram. Kadang, bangunan empat lantai tapi tak dilengkapi lift. Ada juga yang tempat tidurnya hanya dipan, atau pintu dan jendelanya tak bisa dikunci dengan benar. Lebih kesal lagi kalau membanding-bandingkan dengan jamaah lain. Bayarnya sama kok ada yang dekat masjid dan bagus dan ada yang satu kilometer dari masjid dengan kondisi parah.

Padatnya Makkah pada puncak musim haji kalau tak disikapi dengan sabar, bisa membuat jamaah stres. Segala kemungkinan yang tak diduga bisa saja terjadi. Untuk masuk ke Masjidil Haram saja membutuhkan perjuangan yang berat. Terlambat satu jam dari waktu shalat tak bisa masuk ke dalam. Untuk antre keluar masjid bisa berjalan bersingsut selama satu jam. Belum lagi soal penginapan, makanan, jadwal, dan problem kesehatan yang biasanya sudah mulai muncul.

Saat wukuf di Arafah juga sering tak sesuai rencana. Yang banyak terjadi adalah kendaraan terjebak berjam-jam sehingga terlambat masuk di Arafah. Sekembali dari Arafah menuju ke Mina, bersiapkan menghadapi kemungkinan kendaran tak bisa berhenti di Muzdalifah karena saking padatntya jalan. Padahal dalam ritual haji, bermalam sebentar di Muzdalifah merupakan keharusan. Terjebak di bis dalam kondisi panas dan kesal karena tak bisa ke Muzdalifah sering menimpa jamaah.

Saat melempar jumrah bersiapkan dengan kemungkinan hilang dari rombongan, kelelahan yang sangat dan berdesak-desakan. Kemungkinan lain yang banyak terjadi adalah jamaah tersesat tak tahu di mana letak tendanya. Menjelang pulang ke Tanah Air jamah juga masih akan menghadapi kondisi yang tak sesuai rencana. Tahun-tahun lalu banyak jamaah ONH plus yang terkatung-katung di bandara atau tak dapat tempat menginap di Jeddah. Menjelang naik pesawat jamaah juga tak jarang harus menahan sabar menghadapi kondisi penerbangan haji yang sangat tidak bisa diprediksi.

Siapkan diri Anda menghadapi kondisi apa pun yang terjadi di Tanah Suci nanti. Untuk menghilangkan kejenuhan lebih baik membaca-baca buku panduan haji atau memperbanyak berdoa. Fokuslah pada ibadah haji yang sedang dilakukan. Anggap saja semua hal yang terjadi yang tak diiginkan itu sebagai ujian. Menggerutu dan menyesali keadaan tak banyak membantu. Yang terbaik sekali lagi adalah sabar, sabar, dan sabar. sbt

No comments: